Operasi meckel divertikulum

Kali ini saya akan coba sharing seputar dunia kesehatan anak yaitu mengenai operasi divertikulum meckel (maaf bila ada salah penulisan) yang terjadi pada anak saya. Saya berharap informasi seputar divertikulum meckel dapat bermanfaat bagi para orang tua.

 

Kejadian ini menimpa anak saya yang berumur 1,5 tahun pada bulan september 2018. Anak saya tidak menunjukkan gejala sakit apa-apa hanya dia sering memegang bagian pusar dalam beberapa hari belakangan, hingga pada suatu siang anak saya bab dengan bercampur darah segar serta menangis. Spontan sebagai orang tua, saya dan istri panik dan segera membawa anak kami ke dokter spesialis anak. Kami cukup cemas selama mengantri dan menunggu jam buka dokter spesialis anak tersebut, sementara anak saya terlihat ceria dan tidak menunjukkan gejala sakit apa apa (tidak demam maupun rewel), malah anak saya aktif berjalan disekitar ruang tunggu pasien.

 

Singkat cerita, anak kamipun diperiksa oleh dokter spesialis anak tersebut. Beliaupun memeriksa bagian perut anak saya dan mendiagnosa ada 3 kemungkinan penyebab bab disertai darah segar yang terjadi pada anak saya. Penyebab pertama adalah amoeba, penyebab kedua adalah bakteri, sedangkan penyebab ketiga adalah intususepsi. Untuk melihat adanya amoeba maupun bakteri maka perlu dilakukan pemeriksaan lab pada feses anak saya ketika nanti dia bab (harus segera dikirim ke lab dalam waktu kurang dari 30 menit agar hasil akurat). Akan tetapi dari foto bab pada pampers yg saya perlihatkan pada dokter tersebut, beliau kurang yakin penyebabnya adalah amoeba atau bakteri karena darah yang keluar sangat banyak dan segar. Dokter berpendapat ada kemungkinan terjadi intususepsi. Intususepsi yang saya tangkap dari penjelasan dokter adalah kondisi dimana usus masuk ke bagian usus lain sehingga terjadi penyumbatan, mungkin seperti usus terlilit/tergenjet usus lain. Pada kasus intususepsi dokter mengatakan bahwa anak umumnya menangis kesakitan sementara hal itu tidak terjadi pada anak saya. Oleh karena itu dokter akan mengobservasi lagi sambil menunggu hasil lab dari feses anak saya. Dokter memberikan antibiotik dan cairan untuk mengatasi diare dan berpesan apabila terjadi pendarahan lagi segera di bawa ke RS terdekat.

 

Kamipun pulang ke rumah dengan perasaan sedikit lega semoga antibiotik bisa mengobati infeksi bakteri yang ada. Sekitar pukul 8 malam anak saya kembali bab diare dengan darah yang cukup banyak, spontan kami segera membawa anak kami ke IGD dan menyerahkan sampel feses ke lab di RS tersebut. Anak kami ditangani dokter jaga RS tersebut dan disarankan untuk rawat inap. Sejam kemudian hasil lab keluar, isinya feses anak saya negatif amoeba tp ada bakteri (wajar namanya jg feses pasti ada bakterinya) dan darah. Sebagai pembayar iuran rutin BPJS sudah tentu saya ingin sekali biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS akan tetapi nihil, pihak RS menyatakan tidak ditemukan benjolan pada perut anak saya sehingga BPJS tidak berlaku (nyesek banget dengernya). Dengan berat dompet akhirnya saya setujui anak saya dirawat dengan biaya pribadi tanpa BPJS atau asuransi lainnya. Kami menunggu beberapa saat untuk memastikan ada kamar rawat inap yang kosong, dan alhamdulillah ternyata masih tersedia.

 

Pagi harinya anak kami kembali bab berdarah dan dokter spesialis anak memeriksa kembali anak kami. Dokter menyatakan hb anak saya turun (kami jg melihat anak kami seperti pucat), mungkin karena pendarahan pada bab nya sejak kemarin. Dokter menyarankan anak kami untuk ditransfusi darah sambil menunggu diagnosa lebih lanjut. Dokter spesialis anak kemudian meminta agar dilakukan USG pada sinag harinya. Hasil USG keluar jam 4 sore dan menunjukkan adanya meckel divertikulum sehingga harus dilakukan operasi secepatnya (jam 8 malam). Dari penjelasan dokter bedah anak disebutkan bahwa meckel divertikulum adalah kelainan bawaan dari bayi sejak lahir. Pada masa dalam kandungan, jaringan ini digunakan sebagai saluran pencernaan janin dan ketika lahir harusnya jaringan tersebut hilang. Meckel divertikulum memproduksi asam yang dapat menyebabkan radang pada bagian yang lain.

 

Operasi berlangsung selama 2,5 jam dan berjalan dengan normal. Menurut dokter bedah anak tersebut, operasi ini jg ada resikonya walaupun tingkat terjadinya kecil seperti pendarahan ketika operasi, hasil penyambungan usus yang tidak sempurna dll (saya lupa waktu dijelaskan 🙂 ). Selama masa penyembuhan anak tetap diberi antibiotik dan belum boleh diberi makan minum sampai cairan lambung yang keluar melalui selang di hidung berwarna bening. Setelah 24 jam, cairan yang keluar dari hidung telah berganti warna dari hijau/coklat menjadi bening, sehingga anak boleh diberi air gula (10cc) per 3 jam (kasian liat anak gw kehausan). Keesokan harinya anak kami boleh diberi susu (10cc) per 3 jam.

 

Selepas operasi anak kami belum bab selama sehari (hanya kentut). Setelah lewat sehari, anak kami bab di pagi hari dan saya kaget ketika melihat pup nya masih coklat kehitaman seperti sebelum operasi (jangan jangan operasinya gagal pikir saya). Sore hari ketika dokter bedah datang, anak saya tiba tiba pup (pinter banget anak gw, dokter dateng ga disuguhi makanan malah disuguhi pup). Dokter bedah meyarankan dilakukan foto nuklir di RS Hasan Sadikin bandung. Awalnya takut juga pakai bawa bawa nuklir, gimana klo gara gara anak saya pecah perang dunia ke IV (ingat perang dunia ke II terjadi karena bom nuklir di hiroshima, perang dunia ke III terjadi karena bon di warung). Tapi gak apalah demi kesehatan anak kita foto nuklir di RSHS.

 

Foto nuklir di RSHS dilakukan selama 2 sesi, masing masing sesi adalah 1 jam. Agar mendapatkan hasil maksimal maka anak tidak boleh bergerak sehingga disarankan untuk dibedong. Hal yang tidak mungkin dilakukan, karena anak saya cukup aktif sehingga dilakukan pembiusan oleh dokter anestesi. Pada sesi foto nuklir ini kami sempat kecewa karena tidak bisa memilih background untuk foto (ya elah dikira foto studio kali) .Beberapa saat sebelum masuk ke ruangan anak saya dan alhamdulillah warnanya kuning (seneng banget dan gemes liat pup anak warna kuning ngalah ngalahin gemesnya via vallen).  Foto nuklir dilakukan untuk mengetahui apakah masih ada pendarahan di saluran cerna. Foto ini dilakukan dengan cara memberikan radioaktif melalui lubang infus kemudian anak saya ditaruh di tabung besar bikinan GE untuk diambil fotonya secara kontinyu. Hasil foto baru bisa diberikan esok harinya akan tetapi dari penjelasan dokter nuklirnya dinyatakan sehat tidak ada indikasi pendarahan.

 

Tepat hari ke 8 anak saya diperbolehkan pulang dengan diberikan jadwal kontrol dokter bedah anak untuk 2 minggu ke depan. Akhir kata saya ucapkan banyak terima kasih pada dokter spesialis anak, dokter spesialis bedah anak, dokter nuklir, suster yang telah banyak membantu kesembuhan anak saya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *